Ada masa-masa dalam hidup ketika hati kita mudah menjadi kritis. Entah kepada pasangan, teman, rekan pelayanan, atau bahkan sesama jemaat. Kita mulai memperhatikan hal-hal kecil yang mengganggu, cara bicara yang tidak kita suka, keputusan yang tidak kita setujui, atau kebiasaan yang membuat kita jengkel. Tanpa sadar, hati yang tadinya penuh kasih berubah menjadi hati yang cepat menilai.
Namun firman Tuhan mengingatkan kita:
“Kasih itu sabar, kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.”
— 1 Korintus 13:4
Kasih yang sejati tidak hanya tampak saat semuanya berjalan baik, tetapi justru diuji saat kita dihadapkan pada kelemahan orang lain. Di situlah kita diajak untuk memilih: apakah kita akan terus melihat kekurangannya, atau belajar melihat sisi baik yang mungkin terlupakan?
Melatih Hati untuk Melihat yang Baik
Ketika hati mulai dingin dan pikiran mulai kritis, cobalah berhenti sejenak. Alih-alih membiarkan pikiran negatif berputar, ambillah waktu untuk menuliskan hal-hal positif tentang orang itu. Mungkin kamu ingat kebaikannya di masa lalu, kerendahan hatinya, atau cara dia pernah mendukungmu tanpa diminta.
Tindakan sederhana ini bisa menjadi latihan rohani untuk memurnikan hati. Karena kasih sejati lahir dari kesadaran bahwa setiap orang adalah ciptaan Allah yang berharga, meskipun tidak sempurna.
Tuhan sendiri melihat kita dengan kasih, bukan dengan daftar kesalahan. Ia tidak mengungkit dosa-dosa kita, tetapi memberi kesempatan untuk bertobat dan berubah. Jika Allah memperlakukan kita demikian, bukankah kita juga dipanggil untuk memperlakukan orang lain dengan cara yang sama?
“Dan hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.”
— Lukas 6:36
Ketika Harus Membicarakan Masalah
Tentu, kasih bukan berarti menutup mata terhadap kesalahan. Ada waktu di mana masalah perlu dibicarakan dan kebenaran perlu diungkapkan. Tetapi Alkitab menasihati kita untuk “berbicara dengan kasih” (Efesus 4:15).
Artinya, tujuan kita bukan untuk menyalahkan, melainkan untuk membangun. Kita berbicara karena peduli, bukan karena ingin melampiaskan kemarahan.
Bicaralah langsung kepada orang yang bersangkutan, dengan sikap lembut dan hati yang sudah didoakan. Jangan biarkan gosip mengambil alih. Gosip mungkin terasa melegakan sesaat, tetapi ia melukai dua pihak sekaligus: orang yang dibicarakan, dan hati kita sendiri. Kasih selalu memilih jalan yang lebih sulit, namun lebih benar.
Kasih yang Mengubah Pandangan
Ketika kita memilih untuk melihat yang baik, sesuatu juga berubah di dalam diri kita. Hati yang tadinya keras mulai melunak. Mata yang tadinya mencari kesalahan mulai melihat anugerah. Dan dalam proses itu, kita menjadi lebih serupa dengan Kristus — yang melihat potensi di balik kelemahan, yang mengasihi bahkan mereka yang menyakiti-Nya.
Kasih bukan sekadar perasaan; ia adalah keputusan. Keputusan untuk membangun, bukan menghancurkan. Untuk mendoakan, bukan menghakimi. Untuk menutupi dengan kasih, bukan menelanjangi dengan kata-kata.
“Kasih menutupi banyak sekali dosa.”
— 1 Petrus 4:8
Mari kita belajar untuk mengasihi seperti Kristus mengasihi kita. Saat kita mulai merasa kritis terhadap seseorang, ingatlah untuk menuliskan hal-hal baik tentangnya. Doakan dia. Dan jika perlu berbicara, lakukanlah dengan kasih.
Karena di hadapan Tuhan, cara kita memperlakukan orang lain mencerminkan sejauh mana kasih-Nya telah berakar di hati kita.