Career, Deeper Journey, Education

Jangan Andalkan Diri Sendiri, Andalkan Tuhan

brown wooden blocks on white surface
Photo by Brett Jordan on Unsplash

Di dunia yang serba cepat seperti sekarang, seolah-olah kesuksesan itu bisa diraih asal kita cukup pintar, kerja keras, dan punya koneksi. Dari kecil kita dididik untuk berkompetisi: nilai bagus, ranking tinggi, kuliah favorit. Tapi, semakin dewasa kita sadar bahwa hidup nggak selalu sesuai rencana.

Lalu, kalau semua sudah kita lakukan tapi tetap belum berhasil, salah siapa?

Kenyataannya, banyak dari kita sudah mengerahkan semua usaha. Kuliah bertahun-tahun, ikut pelatihan, kerja keras, bangun relasi. Tapi tetap saja hidup terasa mandek. Kita mulai ragu, kecewa, bahkan frustrasi. Semua ini terjadi karena tanpa sadar kita percaya bahwa kitalah yang harus mengendalikan hidup sepenuhnya.

Padahal, buat kita yang percaya Tuhan, seharusnya kita tahu bahwa kendali hidup ini bukan di tangan kita. Tuhanlah yang pegang semuanya.

Saat Ingin Mengatur Segalanya Sendiri

Tekanan untuk selalu sukses dan jadi “serba bisa” sering bikin kita lelah secara mental. Kita merasa gagal kalau belum punya rumah di usia 30 atau belum punya penghasilan tetap meskipun sudah kuliah tinggi. Kita merasa tertinggal.

Tapi sebenarnya, beban itu muncul karena kita berpikir bahwa kita harus punya kendali atas semua aspek hidup kita.

Sebagai orang percaya, kita diajak untuk berpikir sebaliknya. Tuhanlah yang tahu arah terbaik dalam hidup kita. Kita hanya perlu berjalan bersama-Nya, bukan mendahului-Nya.

Rasul Paulus pernah berkata dalam 1 Korintus 2:4-5:

“Waktu aku menyampaikan berita Injil, aku nggak pakai kata-kata yang indah atau pintar secara manusia, tapi aku menunjukkan kuasa Roh Kudus, supaya iman kalian tidak berdasar pada kebijaksanaan manusia, tapi pada kuasa Allah.”

Artinya jelas. Yang bikin hidup kita kuat bukan seberapa pintar kita, tapi seberapa besar kita mengandalkan kuasa Tuhan.

Kebenaran yang Nggak Perlu Gelar

Paulus juga bilang bahwa saat ia menyampaikan kabar tentang Tuhan, ia sengaja tidak datang dengan gaya bicara yang memukau atau teori-teori canggih. Ia cuma fokus pada satu hal, yaitu Yesus Kristus yang disalibkan.

Itu saja sudah cukup.

Kadang kita berpikir, “Orang lain baru bisa percaya kalau kita bisa menjelaskan iman secara logis atau ilmiah.” Tapi ternyata, kesaksian hidup kita jauh lebih kuat dibanding argumen yang sempurna.

Orang lebih tersentuh saat kita jujur, saat kita cerita gimana Tuhan menyentuh hidup kita, saat kita berbagi tentang damai yang kita rasakan meskipun situasi sulit. Karena yang menyentuh hati bukan kecerdasan kita, tapi kehadiran Tuhan yang nyata dalam hidup kita.

Tuhan yang Membuka Jalan

Ilmu, pengalaman, dan usaha tetap penting. Tapi jangan sampai semua itu bikin kita lupa bahwa Tuhanlah yang menggerakkan segalanya. Kita boleh bikin rencana, tapi hanya Tuhan yang bisa buka jalan.

Kadang hasilnya nggak langsung kelihatan. Tapi mungkin hal kecil yang kamu lakukan hari ini akan jadi dampak besar buat orang lain beberapa tahun ke depan. Tugas kita cuma satu, yaitu tetap setia dan percaya.

Iman yang Percaya Tanpa Banyak Tanya

Kita bisa belajar dari anak kecil. Mereka percaya penuh sama orang tuanya. Dibawa ke mana pun, mereka ikut tanpa ragu. Begitu juga seharusnya hubungan kita sama Tuhan.

Nggak semua hal harus kita pahami dulu. Kadang justru dengan percaya dulu, baru kita akan mengerti maksudnya nanti.

Tuhan tahu kapan waktu yang tepat. Tuhan tahu ke mana kita harus melangkah. Dan Dia nggak pernah gagal menepati janji-Nya.

Penutup

Kita boleh pintar. Boleh berpendidikan tinggi. Boleh kerja keras. Tapi jangan sampai kita menaruh harapan penuh pada semua itu. Karena pada akhirnya, kuasa Tuhanlah yang menentukan jalan kita.

Saat kita mulai lelah, bingung, atau kecewa karena rencana hidup nggak berjalan seperti harapan, ingatlah satu hal.

Kita nggak pernah diminta untuk mengendalikan segalanya. Kita hanya diminta untuk percaya.

Advertisements