Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.
Roma 12 : 2
Jangan menjadi serupa
George Barna – pendiri The Barnas Research Group – pernah mengatakan: “Setiap hari, gereja menjadi lebih seperti dunia yang semestinya harus diubahnya”. Keadaan ini sungguh memprihatinkan. Sebab banyak gereja hidupnya sudah menjadi serupa dengan dunia. Padahal seharusnya gerejalah yang mengubah dunia.
Menjadi serupa (baca: mirip), rupanya akhir-akhir ini menjadi “mimpi” banyak orang. Maka tak heran kemudian stasiun televisi mulai memfasilitasi. Maka tak heran kemudian muncul reality show seperti “Asal” (Asli tapi Palsu) yang digawangi oleh almarhum Taufik Savalas. Lalu muncul “Democracy”, “Benar Benar Mimpi” yang menampilkan orang-orang yang mirip dengan tokoh politik maupun selebritis.
Melalui Roma 12:2, Tuhan menginginkan keserupaan kita bukan menjadi serupa dengan dunia. Tetapi menjadi serupa seperti Kristus (2 Korintus 3:18) “menjadi serupa dengan gambarNya”.
Agar kita menjadi tidak serupa dengan dunia, untuk itu Firman Tuhan memberikan solusi: “berubahlah oleh pembaruan budimu”.
Rasul Paulus menggunakan kata “metamorphoo” untuk kata “berubahlah”. Sebuah akar kata yang kemudian membentuk kata metamorfosis. Metamorphoo mengandung arti: to change into another. Berubah menjadi bentuk yang lain. Atau dengan kata lain: tidak sama dengan keadaan sebelumnya.
Metamorphoo bukan merupakan perubahan sementara dari suatu sifat, tetapi benar-benar berubah dari keadaan sebelumnya.
Firman Tuhan menginginkan agar kita terus menerus berubah menjadi manusia yang tidak sama dengan keadaan semula. Manusia yang belum diperbarui. Manusia yang berdosa. Manusia yang sama dengan manusia duniawi. Tetapi menjadi manusia yang serupa dengan Kristus.
Seperti dari telur menjadi kupu-kupu
Proses perubahan dari telur, menjadi ulat, lalu menjadi kepompong, kemudian menjadi kupu-kupu adalah proses metamorfosis permanen. Ketika telur berubah menjadi ulat, bentuk dan karakter telur benar-benar tidak ada lagi di dalam ulat. Demikian seterusnya.
The Last Supper karya Leonardo da Vinci (1452-1519) yang dituangkan di atas kanvas ukuran 460 x 880 cm banyak meninggalkan kisah. Tidak kalah menarik dibandingkan dengan tampilannya yang anggun dan megah itu.
Konon, Leonardo da Vinci tatkala menentukan model untuk wajah Yesus begitu kesulitan. Meskipun toh demikian, Da Vinci akhirnya menemukan seseorang yang wajahnya dipakai untuk modelnya Yesus. Ketika Da Vinci akan mengakhiri lukisannya dengan menutup lukisan lewat tokoh Yudas Iskariot, dia juga kesulitan untuk menemukan modelnya.
Maka dilakukanlah perburuan untuk mencari wajah Yudas yang culas, jahat, bengis, misteri, licik, dan predikat negatif lainnya. Sampai pada suatu saat Da Vinci menemukan seorang anak muda yang berewok dengan raut putus asa, jahat, culas, bengis, dll. Di mana di samping anak muda ini ditemukan botol-botol bekas minuman keras.
Setelah anak muda ini dibawa ke sanggarnya Da Vinci, dia menangis histeris serta berkata: “Apakah bapak tidak mengenali saya?” Da Vinci kebingungan. Memang dia tidak mengenali anak muda ini.
Anak muda ini menceritakan, bahwa beberapa waktu sebelumnya dia pernah dibawa Da Vinci untuk menjadi model wajah Yesus. Karena banyak hal dia berubah menjadi orang yang berprilaku buruk. Dan hal itu mempengaruhi penampilan dan kehidupannya.
Bukan perubahan yang seperti ini yang diinginkan Tuhan. Tetapi berubah menjadi seperti Kristus. Berubah untuk dan menuju pada tingkat yang lebih sempurna.
2 Korintus 3:18 Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar
Graham Cryster, seorang penginjil muda yang diselundupkan ke Afrika Selatan dalam tahanan yang dikuasai komunis, suatu malam diminta orang-orang muda untuk bercerita. “Ceritakan kepada kami tentang Injil Yesus Kristus”, pinta mereka. Graham memberikan kesaksian yang jelas dan kuat dari Injil. Ia juga menunjukkan bagaimana iman pribadi di dalam Kristus Yesus secara ajaib sanggup mengubah seseorang dan membentuk sebuah kesatuan dari orang-orang percaya. Dan di sana tidak ada perbedaan Yahudi – Yunani, laki – perempuan, kaya atau miskin, kulit hitam atau putih.
Setelah bercerita demikian seorang anak muda usia tujuh belas tahun bertanya: “Apa yang Anda sampaikan sangat indah. Tetapi bisakah Anda menunjukkan kepada saya, di mana hal itu bisa saya temui?” Wajah Graham tertunduk lesu. Dia menjawab: “Memang benar tidak ada orang Afrika Selatan yang menghayati Injil di dalam hidupnya.” Sang anak muda marah! Dia balik berkata dengan nada emosi: “Jadi semuanya itu hanyalah sepotong kotoran belaka?”
Potret di atas terjadi ketika “gereja” menjadi sama dengan dunia ini. “Gereja” yang demikian demikian adalah gereja yang belum berubah. Gereja yang belum berubah adalah gereja yang masih berada dalam potret kehidupan yang lama. Gereja yang masih dalam potret kehidupan yang lama adalah gereja yang tidak mampu mengubahkan dunia.
“Diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya” adalah perubahan permanen kehidupan orang-orang percaya. Sebab kata “diubah” dalam ayat di atas diambil dari kata metamorphoo. To change into another. Berubah menjadi bentuk yang lain.
Berubah menjadi bentuk yang lain adalah berubah menjadi serupa dengan gambarNya, yaitu Kristus Yesus, Tuhan kita.