Visi (dalam kamus bahasa Indonesia) adalah kemampuan untuk melihat pada inti persoalan, pandangan; wawasan. Setiap orang lahir dengan visi yang sudah ditentukan oleh Allah, namun sedikit orang yang mengetahuinya. Saat kita dipilih oleh Allah untuk menjadi anakNya, ia akan memberikan visi yang harus kita emban sebagai alat ditanganNya. Perbedaannya, ketika kita berada “diluar jangkauan” Allah, kita hidup dengan visi pada diri sendiri, orientasinya untuk kepentingan diri sendiri. Namun ketika kita telah lahir baru, visi yang kita emban adalah untuk menjadi berkat bagi orang lain, kepentingan orang banyak. Perhatikanlah letak perbedaannya, bukankah demikian? Pada awalnya visi kita adalah untuk kepuasan ego semata kita, tapi visi dari Allah adalah untuk kemuliaan namaNya.
Menemukan Visi Allah
Ketika kita telah berada dalam sebuah hubungan yang baik dan harmonis dengan Allah, Ia akan menyingkapi visi yang berasal dari Dia untuk kita, umat pilihanNya. Mungkin melalui bakat/talenta kita, mungkin dari setiap masalah/pencobaan, mungkin dari penglihatan, mungkin dari doa kita, mungkin juga dari nubuatan para hamba Tuhan. Tuhan Yesus tidak pernah mati “gaya” untuk menyampaikan visi hidup yang Ia taruh dihati kita. Asal kita mau datang dan mencari Dia, maka Ia berkenan pada kita dan membuka visi tersebut untuk dinyatakan pada diri kita. Miliki keintiman dengan Allah, minta tuntunanNya agar kita segera menerima visi tersebut, terlebih lagi kita masih berusia muda, banyak yang masih dapat kita kerjakan untuk kemuliaan Tuhan. Berdoa, berpuasa, membaca firman Tuhan, miliki kerinduan untuk menerima visi itu dan bergumullah, apakah benar itu yang Ia letakkan dihati kita, dan ujilah visi itu dengan sang waktu.
Berjuanglah untuk visi
Setelah kita menangkap visi itu, doakanlah dan ujilah. Kita akan merasakan sukacita, damai sejahtera, semangat dan kepuasan. Dan semakin kita tenggalam dalam visi itu, kita justru mendapatkan hal-hal yang baru, yang baik dan yang mulia. Visi biasanya membutuhkan proses yang jangka waktunya panjang, bukan jangka pendek. Selama rentang waktu itu, mungkin kita akan mengalami kelelahan, kejenuhan, dan hal itu normal adanya. Waktu adalah hal yang terbaik menguji visi itu, apakah berasal dari Allah atau sekadar emosi sesaat.
Kejujuran dan integritas
Masih ingatkah kisah Yusuf yang dijual ke mesir, menolak rayuan istri potifar, dijebloskan kepenjara? Namun Yusuf tidak pernah melepaskan visi itu atau meragukan visi yang ia dapat melalui mimpi. Demikianlah kita harus memiliki integritas yang benar dihadapan Tuhan. Apapun yang kita alami adalah proses dari Tuhan. Memang tidak selamanya proses itu indah dan baik, mungkin kita tersandung oleh masalah dan pencobaan. Mohon pengampunan pada Tuhan adalah jalan terbaik agar hubungan kita dengan Nya tidak semakin jauh, atau akhirnya visi kita tenggelam oleh sang waktu. Karena visi adalah bersumber dari Tuhan. Visi akan tetap hidup jika hubungan kita dengan Tuhan baik, dan akan mati ketika sang sumber itu dilupakan. Visi itu laksana sebuah lilin kecil yang hidup dalam ruangan yang gelap, dan visi itulah yang menuntun kita kearah yang Tuhan tunjukkan pada kita.
Jujurlah pada diri sendiri akan kekuatan dan kelemahan kita, agar kita dapat memohon padanya untuk terus menopang kita ketika kita mendapatkan visi itu. Kehidupan masih sangat panjang, visi tidak hidup dalam satu hari tapi membutuhkan perjuangan, tetesan keringat, dan tangan yang bekerja. Ketika sesorang menemukan visi itu, hidupnya akan berubah. Ia bukan lagi pecundang, tapi seorang pemenang. Jangan lupa integritas yang kita bangun juga mempengaruhi visi kita tersebut. Seperti Yusuf yang hidup tidak bercela, demikianlah kita meneladaninya.